Total Tayangan Halaman

Sabtu, 08 Januari 2011

ZIKIR SETELAH SHALAT

TATACARA ZKIKIR YANG DISUNATKAN MENURUT MAZHAB SYAFII

إِذَا انْصَرَفُوْا بذَلِكَ إِذا سَمِعْتُهُ …… وَقَالَ النَّوَوِيُّ : حَمَلَ الشَّافِعِيُّ هذَا الْحَدِيْثَ عَلَى أَنَّهُمْ جَهَرُوْا بهِ وَقْتًا يَسِيْرًا لأَجْلِ تَعْلِيْمِ صِفَةِ الذِّكْرِ لاَ أَنَّهُمْ دَاوَمُوْا عَلَى الْجَهْرِ بهِ وَالْمُخْتَارُ أَنَّ اْلإِمَامَ وَالْمَأْمُوْمَ يَخْفِيَانِ الذِّكْرَ إِلاَّ إِنِ احْتِيْجَ إِلَى التَّعْلِيْمِ (كتاب فتح الباري شرح صحيح البخاري” / أحمد بن علي بن حجر أبو الفضل العسقلاني الشافعي / رقم الحديث 841 / الجزء الثاني / الصفحة 324-326 / كتاب الأذان / باب الذكر بعد الصلاة)

Sesungguhnya mengeraskan dzikir, ketika orang-orang (para sahabat) selesai shalat fardhu, itu biasa berlangsung pada zaman Nabi saw. Ibnu Abbas menambahkan, “Saya tahu kalau orang-orang (di masjid) selesai shalat fardhu, yang saya dengar, mereka mengeraskan suara dengan (bacaan) dzikir”, …… Imam An-Nawawi berpendapat : “Imam Asy-Syafi’ie memahami hadits ini, bahwa mereka (orang-orang di masjid/para sahabat) mengeraskan dzikir dalam waktu-waktu tertentu yang tidak lama, dengan tujuan untuk (sekedar) mengajarkan dzikir tertentu (yang belum diketahui), dan (hadits ini tidak bisa dipahami) bahwa mereka mengeraskan dzikir secara terus menerus. Kemudian (tata cara) yang dipilih (Asy-Syafi’ie) adalah bahwa Imam dan Makmum hendaklah tidak menyaringkan dzikir, kecuali jika ada keperluan mengajarkan (dzikir baru yang belum diketahui).

(Dikutip dari kitab “Fathul Baari” / Ahmad bin Ali bin Hajar Abul Fadhl Al’Asqolani Asy-Syafi’iDisunnatkan do’a dan dzikir setiap selesai shalat. Untuk itu : (1). (Sebisa mungkin) bacalah do’a dan dzikir ma’tsur (yang diajarkan Nabi saw.). (2). Tidak usah dinyaringkan (ISROOR), kecuali untuk mengajari para makmum. Setelah mereka tahu (hafal), tidak usah dinyaringkan lagi.

e / Juz II / Hal. 324 - 326 / Bab tentang Adzan / Pasal tentang Dzikir setelah Shalat). (Dikutip dari kitab “Syarhul Bahjah” / Zakariya bin Muhammad bin Zakariya Al-Anshori / Madzhab Pengarang Syafi’ie / Juz I / Bab tentang Shalat / Cabang Bahasan tentang Do’a dan Dzikir setelDan mengeraskan (bacaan dzikir, do’a, dll.) di dekat orang yang sedang shalat atau tidur (berhukum makruh, sebagaimana (dijelaskan) dalam kitab “Al-Majmu’” dan kitab-kitab (Fiqih Syafi’ie lainnya). Barangkali hukum makruh ini berlaku, jika bacaan keras tersebut tidak mengganggu, kalau sampai mengganggu maka sudah sepantasnya dihukumi haram !!!

ah Shalat).

(Dikutip dari kitab “Syarhul Bahjah” / Zakariya bin Muhammad bin Zakariya Al-Anshori / Madzhab Pengarang Syafi’ie / Juz I / Bab tentang Shalat / Cabang Bahasan tentang Do’a dan Dg kitab “Al-Hawi” berkata, “Batas keras (Jahr) adalah ketika anda membuat orang yang ada di sisi anda mendengar suara anda, batas tidak nyaring (Isroor) adalah anda cukup mendengar sendiri suara anda”.

(Dikutip dari kitab “Al-Majmu’” / Zakariya bin Muhammad bin Zakariya Al-Anshori / Madzhab Pengarang Syafi’ie / Juz II / Hal. 390).

أَمَّا فِي اْلاصْطِلاَحِ فَيَأْتِي ( اْلإِسْرَارُ ) بِالْمَعَانِي التَّالِيَةِ : أ - أَنْ يُسْمِعَ نَفْسَهُ دُونَ غَيْرِهِ , وَأَدْنَاهُ مَا كَانَ بِحَرَكَةِ اللِّسَانِ , وَهَذَا الْمَعْنَى يَسْتَعْمِلُهُ الْفُقَهَاءُ فِي أَقْوَالِ الصَّلاَةِ وَاْلأَذْكَارِ . (كتاب “الموسوعة الفقهية” / الجزء الرابع )

Adapun dalam istilah (hukum syara’) maka “ISROOR” (tidak nyaring) mempunyai beberapa maksud, diantaranya: hendaklah seseorang (dalam dzikir) cukup memperdengarkan pada dirinya saja tanpa terdengar orang lain, batas minimalnya adalah CUKUP MENGGERAKKAN LIDAH (dan bibir, tanpa harus berisik), pengertian ini digunakan ulama fiqih berkenaan dengan bacaan-bacaan shalat dan dzikir-dzikir.

(Dikutip dari kitab “Al-Mausuu’ah Al-Fiqhiyyah” / Juz IV).

وَعَنْ أَبِيْ سَعِيدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : { اِعْتَكَفَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي الْمَسْجِدِ , فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُونَ بِالْقِرَاءَةِ , فَكَشَفَ السِّتْرَ , وَقَالَ : أَلاَ إنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ , فَلاَ يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا , وَلاَ يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ أَوْ قَالَ : فِي الصَّلاَةِ } . رَوَاهُ أَبُو دَاوُد بِاِسْنَادٍ صَحِيْحٍ . (المجمعوع : 3/391)

Dari Abu Sa’ied rodhiyallahu’anhu, Ia berkata, “Suatu ketika Rasulullah saw. pernah beri’tikaf di masjid, Beliau mendengar para sahabat menyaringkan bacaan mereka, Beliau menyingkap tabir dan berkata, “Kalian perlu sadar, bahwa setiap kalian adalah bermunajat kepada Tuhannya, maka hendaklah jangan sampai sebagian mengganggu sebagian yang lain, sebagian jangan sampai saling bersaing menyaringkan suara bacaan (dzikir atau bacaan shalat) dengan sebagian yang lain”. Hadits riwayat

zikir setelah Shalat).

(Dikutip dari kitab “Al-Majmu’” / Zakariya bin Muhammad bin Zakariya Al-Anshori / Madzhab Pengarang Syafi’ie / Juz III / Hal. 391).


0 komentar:

Posting Komentar

About Me

Foto Saya
Mufid Suryani
baik,tidak sombong,agak lumayan sedikit rada ganteng,lucu,ngegemesin,pintar,petakilan
Lihat profil lengkapku

WELCOME

TeRImA kAsIH aTaS kUnJuNgAnYa
Powered By Blogger
mufid suryani. Diberdayakan oleh Blogger.

Entri Populer

Pengikut